Sodiqi.com - Mengapa orang cenderung menyimpan uang tunai di dompet atau rekening tabungan, meski ada opsi investasi yang menjanjikan return lebih tinggi? Pertanyaan ini pernah dijawab oleh John Maynard Keynes, ekonom legendaris asal Inggris, melalui teori yang disebut preferensi likuiditas.
![]() |
Photograph of Bertrand Russel, John Maynard Keynes and Lytton Strachey - Sumber: Ottoline Morrell (1873-1938), Public domain, via Wikimedia Commons |
Teori ini menjelaskan alasan psikologis dan ekonomi di balik keinginan masyarakat untuk memegang uang dalam bentuk likuid (uang tunai atau aset yang mudah dicairkan), alih-alih menginvestasikannya. Mari kita telusuri konsep ini dengan bahasa sederhana.
Apa Itu Preferensi Likuiditas?
Keynes berpendapat bahwa permintaan uang tidak hanya dipengaruhi oleh kebutuhan sehari-hari, tetapi juga oleh keinginan manusia untuk merasa aman dan responsif terhadap peluang atau risiko di masa depan. Menurutnya, ada tiga motif utama mengapa orang memilih memegang uang likuid:- Motif Transaksi: Seperti kebutuhan membayar tagihan, belanja, atau gaji bulanan. Orang menyimpan uang tunai agar mudah mengaksesnya kapan saja tanpa harus menjual aset lain (misalnya saham atau emas) yang proses pencairannya memakan waktu.
- Motif Berjaga-jaga: Uang likuid berfungsi sebagai "dana darurat" untuk mengantisipasi keadaan tak terduga, seperti sakit mendadak atau kehilangan pekerjaan.
- Motif Spekulasi: Inilah poin paling unik dalam teori Keynes. Ia percaya bahwa ketika suku bunga rendah, orang enggan menabung di bank karena imbal hasilnya kecil. Namun, mereka juga mungkin menahan uang tunai untuk menunggu peluang investasi lebih baik, seperti membeli saham saat harganya turun.
Suku Bunga: Kunci Pemahaman Teori Ini
Keynes menjelaskan bahwa suku bunga adalah faktor penentu utama dalam keputusan seseorang memegang uang likuid. Jika suku bunga tinggi, orang lebih tertarik menyimpan uang di bank atau obligasi karena imbal hasilnya menarik.Sebaliknya, saat suku bunga rendah, motif spekulasi menguat, orang lebih memilih memegang uang tunai sambil menunggu aset lain (misalnya properti atau saham) harganya turun, sehingga bisa membelinya di harga murah.
Contoh sederhana:
- Jika suku bunga deposito 10% per tahun, banyak orang akan menyimpan uangnya di bank untuk mendapat keuntungan.
- Namun, jika suku bunga turun ke 2%, orang mungkin berpikir: "Daripada dapat 2%, lebih baik saya pegang uang tunai. Siapa tahu nanti ada kesempatan beli emas saat harganya turun."
Relevansi Teori Keynes di Era Modern
Meski teori ini dirumuskan hampir seabad lalu, prinsip dasarnya masih terlihat dalam perilaku keuangan kita sehari-hari. Misalnya:- Tabungan Darurat: Kebiasaan menyimpan dana darurat di rekening tabungan atau e-wallet mencerminkan motif berjaga-jaga Keynes.
- Investasi "Wait and See": Saat pasar saham volatile, investor sering menahan uang tunai (bahkan di platform digital) sambil menunggu momentum tepat untuk membeli—mirip dengan motif spekulasi.
- Respons terhadap Kebijakan Bank Sentral: Ketika bank sentral menurunkan suku bunga (seperti yang dilakukan banyak negara saat resesi), masyarakat cenderung mengurangi tabungan dan meningkatkan konsumsi atau spekulasi, persis seperti prediksi Keynes.
Batasan dan Kritik
Teori preferensi likuiditas tidak sempurna. Beberapa ekonom berargumen bahwa Keynes kurang memperhitungkan faktor lain seperti inflasi atau perkembangan instrumen keuangan modern. Misalnya, di era cryptocurrency, orang bisa memegang aset digital (seperti stablecoin) yang likuid namun menghasilkan bunga, konsep yang belum ada di masa Keynes.![]() |
Foto Ilustrasi - Sumber: Photo by Jonathan Cooper on Unsplash |
Selain itu, teori ini cenderung mengabaikan perilaku masyarakat di negara dengan sistem keuangan tidak stabil, di mana memegang uang tunai lebih dipicu oleh ketidakpercayaan terhadap bank.
Bagi kita sebagai individu, teori ini mengingatkan pentingnya keseimbangan antara memegang uang likuid dan berinvestasi. Menyimpan terlalu banyak uang tunai bisa membuat kita kehilangan peluang pertumbuhan aset, tetapi tidak memiliki dana likuid sama sekali berisiko membuat kita tidak siap menghadapi keadaan darurat.
Mengapa Teori Ini Penting Dipahami?
Teori preferensi likuiditas membantu kita memahami dinamika psikologis di balik keputusan keuangan, baik dalam skala individu maupun makroekonomi. Misalnya, pemerintah menggunakan teori ini untuk merancang kebijakan moneter: menaikkan suku bunga jika ingin masyarakat mengurangi konsumsi dan lebih banyak menabung, atau menurunkannya jika ingin mendorong pengeluaran dan investasi.Bagi kita sebagai individu, teori ini mengingatkan pentingnya keseimbangan antara memegang uang likuid dan berinvestasi. Menyimpan terlalu banyak uang tunai bisa membuat kita kehilangan peluang pertumbuhan aset, tetapi tidak memiliki dana likuid sama sekali berisiko membuat kita tidak siap menghadapi keadaan darurat.