Sodiqi.com - Teori ketergantungan (dependency theory) muncul pada 1950–1960-an sebagai kritik terhadap model pembangunan Barat yang dianggap gagal menjelaskan ketimpangan antara negara maju ("inti") dan negara berkembang ("pinggiran").
Global capitalism structurally perpetuates inequality between "core" (developed) and "periphery" (underdeveloped) nations - Raúl Prebisch, Andre Gunder Frank, Fernando Henrique Cardoso, and Theotonio dos Santos {alertSuccess}
Teori ini berargumen bahwa kemiskinan di negara berkembang adalah hasil eksploitasi struktural oleh negara maju melalui sistem ekonomi-politik global. Meski memberikan perspektif radikal, teori ini memiliki sejumlah kelemahan mendasar yang membatasi relevansinya dalam konteks kekinian.
Cenderung Menyederhanakan Hubungan
Pertama, teori ketergantungan cenderung menyederhanakan hubungan "inti-pinggiran" sebagai relasi statis dan satu arah. Padahal, dinamika globalisasi modern menunjukkan bahwa interdependensi ekonomi tidak selalu bersifat eksploitatif.Underdevelopment is not a stage but a product of historical capitalism. ~ Andre Gunder Frank {codeBox}
Negara seperti China, India, atau Brasil mampu memanfaatkan investasi asing dan perdagangan internasional untuk mendorong pertumbuhan, meski tetap terintegrasi dengan sistem global.
![]() |
User:Wykis, Public domain, via Wikimedia Commons |
Teori ini juga mengabaikan peran aktor non-negara, seperti korporasi multinasional atau lembaga keuangan, yang memiliki pengaruh kompleks melebihi sekadar hubungan negara dominan vs. terdominasi.
Dianggap Terlalu Deterministik
Kedua, pendekatan teori ini dianggap terlalu deterministik. Para kritikus seperti Bill Warren (1980) menilai dependency theory mengerdilkan kapasitas agensi negara berkembang. Contohnya, Korea Selatan dan Singapura berhasil keluar dari kategori "pinggiran" melalui industrialisasi berbasis ekspor dan inovasi teknologi, meski tetap terlibat dalam jaringan kapitalis global.Dependence is a conditioning situation in which the economies of some countries are shaped by the development of others. ~ Theotonio dos Santos
Teori ketergantungan gagal menjelaskan keberhasilan ini karena terlalu fokus pada faktor eksternal (dominasi asing) dan mengabaikan kebijakan internal, seperti reformasi pendidikan atau tata kelola pemerintahan yang efektif.
Faktor Internal Penyebab Keterbelakangan
Teori ini kurang memperhitungkan faktor internal penyebab keterbelakangan. Korupsi, konflik politik, atau budaya birokrasi yang inefisien di banyak negara berkembang umumnya menjadi akar masalah ketimpangan, bukan semata-mata intervensi asing.The periphery exports primary goods with declining terms of trade, while the core retains technological and industrial supremacy. ~ Raúl Prebisch
Misalnya, negara seperti Botswana berhasil mengurangi kemiskinan berkat transparansi pengelolaan sumber daya alam, sementara Nigeria (dengan sumber daya serupa) terjebak dalam "kutukan sumber daya alam" karena lemahnya akuntabilitas pemerintah. Dependency theory cenderung mengesampingkan variabel lokal seperti ini.
Ketidakmampuan Beradaptasi dengan Realitas Pascakolonial
Kelemahan keempat adalah ketidakmampuan teori ini beradaptasi dengan realitas ekonomi pascakolonial. Globalisasi telah menciptakan jaringan ekonomi yang lebih cair, di mana perusahaan dari negara berkembang bisa menjadi pemain utama di pasar global (contoh: Samsung asal Korea Selatan atau Aramco dari Arab Saudi).Selain itu, munculnya blok ekonomi seperti BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) menunjukkan bahwa negara "pinggiran" bisa berkolaborasi menciptakan kekuatan tandingan, sesuatu yang tidak diantisipasi dalam kerangka teori ketergantungan klasik.
Kritik
Terakhir, kritik terhadap teori ini menyoroti paradoks solusi yang ditawarkan. Para pemikir dependency theory seperti Andre Gunder Frank menyarankan "pemisahan" (delinking) dari sistem kapitalis global sebagai jalan keluar.Meski begitu, sejarah membuktikan bahwa isolasi ekonomi justru memperparah kemiskinan, seperti terjadi di Korea Utara atau Venezuela. Sebaliknya, negara yang selektif dalam mengintegrasikan diri (seperti Vietnam atau Bangladesh) mencatat pertumbuhan signifikan melalui industrialisasi bertahap.
Ikhtisar
Meski teori ketergantungan berjasa mengungkap ketidakadilan sistem global, kelemahan utamanya terletak pada kegagalan mengakui kompleksitas dinamika ekonomi modern. Pembangunan tidak bisa direduksi menjadi sekadar relasi eksploitatif, tetapi juga melibatkan pilihan kebijakan, inovasi lokal, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan global.Untuk itu, teori ini perlu dikaji ulang secara kritis agar tidak terjebak dalam narasi pesimistis yang justru menghambat upaya mencari solusi praktis bagi ketimpangan global.